MODEL MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
A. PENDAHULUAN
Peningkatan mutu
pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan
merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia indonesia
secara menyeluruh.
Diperlukan suatu
strategi untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah yang efektif dan produktif.
Strategi yang sudah digunakan dibeberapa negara maju dan saat ini sudah mulai
dikembangkan di indonesia
adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School
Based Management(SBM).
Keadaan dalam suatu
wilayah (negara) mempengaruhi bagaimana cara yang tepat untuk menetapkan suatu gaya pendekatan untuk
menjadikan sekolah itu kreatif dan produktif. Hal ini menjadikan MBS memiliki
beberapa model yang diterapkan di masing-masing negara/wilayah. Seperti model australia,
model amerika, model inggris dan lain sebagainya.
Dalam makalah yang
singkat ini, akan coba diuraikan beberapa model MBS yang sudah diterapkan.
B. MODEL MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat beberapa
model yang dikembangkan dibeberapa negara diantaranya: Hong Kong, Kanada,
Amerika Serikat, Inggris, Australia, Prancis, Nikaragua, Selandia Baru, El
Salvador, Madagaskar, dan di Indonesia.
1. Model MBS di Hong Kong
Kondisi yang kurang
baik yang terjadi di Hong Kong mendorong
diberlakukannya MBS dengan tujuan terjadinya suatu perbaikan.[1]
Di Hong Kong
MBS disebut The School Management
Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif.
Model MBS di Hong
Kong ini, menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya sekolah sebagai
pengganti inisiatif dari atas yang selama ini diterapkan. Prinsip-prinsip MBS yang ditawarkan di Hong
Kong adalah perlunya telaah ulang secara terus menerus terhadap pembelajaan
anggran pemerintah, perlunya evaluasi secara sistematis terhadap hasil,
definisi, yang lebih baik tentang tanggung jawab, hubungan erat antara tanggung
jawab sumber daya dan tanggung jawab manajemen, perlu adanya organisasi dan kerangka
kerja yang sesuai, hubungan yang jelas antara pembuat kebijakan dengan
agen-agen pelaksana.
Dengan adanya
prinsip tersebut maka diperlukan suatu transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan pendidikan. Taransparansi dan akuntabilitas di sini meliputi
penggunaan anggaran belanja sekolah dan penentuan hasil belajar siswa serta
pengukuran hasilnya.
2. Model MBS di Kanada
Di kanada,
pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi di mana pemerintah
daerah/kota sebagai unit administratif dan pengambilan kebijakan.[2]
Model MBS di sana
disebut School-site decision making (SSDM)
atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. Ciri-ciri MBS
dikanada adalah sebagai berikut :
- Penentuan alokasi sumber daya ditentukan sekolah
- Anggaran pendidikan diberikan secara lupsum
- Alokasi anggaran pendidikan tersebut dimasukkan ke dalam anggaran sekolah
- Adanya program efektivitas guru
- Adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. (sungkowo: 2002).
Penekanan model MBS di kanada ini dalam hal pengambilan
keputusan, yaitu pengambilan keputusan diserahkan kepada masing-masing sekolah
secra langsung. Model ini pun hanya terbatas pada beberapa hal saja, yaitu yang
menyangkut pengangkatan, promosi, penghargaan dan penghentian tenaga guru dan administrasi,
pengadaan peralatan sekolah, pelayanan kepada sekolah. Sebelumnya ketiga hal tersebut ditentukan oleh pusat.
Yang menjadi ciri lain dari MBS model kanada adalah
peningkatan dan pengembangan profesionalisme tenaga kerja baik meningkatkan
kemampuan guru maupun tenaga administrasi.
3. Model MBS di Amerika
Serikat
Sistem pendidikan
di Amerika Serikat mula-mula secara konstistusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dan pemerintah daerah hanya sebagai pembuatan
kebijaksanaan dan administrasi. Pemerintah federal memiliki peran yang terbatas
bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi terutama pada area
khusus, yaitu dukungan pendanaan.
Model MBS di
Amerika Serikat disebut dengan Site- based
Management. Beberapa pendapat yang mendudkung diadakannya MBS menyarankan
bahwa sebagai syarat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka
otoritas pengambilan keputusan harus pada tingkat sekolah.
Mereka yakin dengan
diadakannya MBS dimana penyerahan sumber daya ke tingkat sekolah akan membuat
kemajuan. Hal ini karena sekolah memiliki kebebasan mencurahkan energi
kreatifnya dan sekolah dapat mengembangkan diversifikasi pendekatan strategi
untuk mencapai tujuannya
4. Model MBS di Inggris.
Model MBS di
Inggris disebut Grant Maintained School
(GMS). Atau manajemen swakelola pada tingkat lokal. Dinamakan seperti itu
karena, adanya undang-undang pendidikan tahun 1988, antara lain berisi adanya
kurikulum inti nasional, adanya ujian nasional, serta pelaporan nasional.
Kontrol terhadap anggaran sekolah diberikan kepada lembaga pengelola/pengawas
beserta para kepala sekoalah menengah keatas dan sebagian sekolah dasar dalam
waktu lima
tahun. Juga memberikan pilihan pada orang tua dengan cara membantu mengembangkan
diversifikasi, meninghkatkan akses, mengizinkan sekolah-sekolah negeri untuk
keluar dari kontrol otoritas pendidikan lokal. Berdasarkan suara mayoritas
orang tua siswa.
Dengan adanya
undang-undang pendidikan tersebut terjadi enam perubahan struktural guna
memfasilitasi pelaksanaan MBS sebagaimana dikemukakan oleh sungkowo (2002).
- kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti ditentukan oleh pemerintah.
- Ujian nasional dilaksanakan atau diterapkan pada siswa kelas 7,11,14 dan 16.
- MBS di bentuk untuk mengembangkan otoritas pemerintah.
- Dibuatlah sekolah lanjutan tekhnik
- Kewenangan inner London Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pendidikan.
- Skema manjemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait.
5. Model MBS di Australia
Karakteristik MBS
di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah yang meliputi.
- menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa
- melakukan pengelolaan sekolah yang dapat dipilih diantara tiga kemungkinan yaitu standard flexbility option (SO), Enchanced Flexibility Option-1(EO1), dan enchanced Flexibility-2(EO2).
- membuat perencanaan, melaksanakannya dan mempertanggungjawabkannya.
- adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS
- menjamin dan mengusahankan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan.
- adanya felksibilitas dalam sumber daya sekolah[3]
seperti yang telah disebutkan di atas untuk melakukan
pengelolaan sekolah dapat dilakukan dengan tiga kemungkinan yaitu SO, EO1 dan
EO2.
Pengorganisasian pengelolaan sekolah menggambarkan kadar
kewenangan yang diberikan kepada sekolah.
- Standar Flexibility Option (SO)
Dalam bentuk ini peran dan dukungan kantor distrik lebih
besar. Kepala sekolah hanya bertanggungjawab terhadap penyususnan rencana sekolah
dan pelaksanaan pelajaran(implementasi kurikulum). Kantor distrik
bertanggunjawab terhadap pengesahan dan monitoring serta bertindak sebagai
penasehat dalam penyususnan school planing overview. Dalam pengelolaan MBS tipe
SO ini, pemerintah negara bagian memberikan petunjuk pedoman dan dukungan.
- Enchanced Flexibility Option-1 (EO1)
Dalam bentuk ini sekolah bertanggungjawab untuk
menyususn rencana strategis sekolah. Untuk tiga tahun. Peran distrik sebagai
1)memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan monitoring internal ; 2)
menandatangani isi rencana sekolah.
- Enchanced Flexibility Option-2 (EO2)
Keterlibatan distrik, disini sangat sedikit, hanya
berperan sebagai lembaga konsultasi. [4]
6. Model MBS di Prancis.
Di Prancis otoritas
lokal memiliki tanggung jawab terhadap dukungan finansial. Kekuasaan badan
pengelola sekolah menengah atas diperluas ke beberapa area. Sementara itu
pengangkatan guru masih dilakukan oleh pusat dengan ketat. Masing-masing
sekolah menerima anggaran secara lumpsum terhadap jam mengajar guru. Kepala
sekolah mentukan jenis staf yang dibutuhkan.
7. Model MBS di Nikaragua
Model MBS di
Nikaragua difokuskan pada pendesentralisasikan pengelolaan sekolah dan anggaran
sekolah yang keputusannya diserahkan kepada dewan sekolah. Yang mencakup empat
tahapan penting yaitu; desentralisasi kebijakan, perubahan organisasi sekolah,
kondisi lokal dan sejarah organisasi, serta hasil yang diharapkan.
8. Model MBS di Selandia
Baru
Komite sekolah
untuk sekolah dasar anggotanya terdiri dari warga setempat dan dipilih setiap
dua tahun. Tetapi sebagian besar sekolah menengah atas di kontrol dan dikelola
oleh dewan gubernur yang keanggotaannya kebanyakan dari orang tua siswa dan
anggota mayarakat lainnya.
9. Model MBS di El Salvador
Model MBS di El
Salvador disebut dengan Community Managed
Scholls Program yang kemudian dikenal dengan akronim bahasa spanyol, EDUCO
( Education participation de la comunidad)
maksud dari model ini untuk mendesentralisasikan pengelolaan sekolah Negeri dengan
cara meningkatkan keterlibatan orangtua di dalam tanggung jawab menjalankan
sekolah. Filosofinya adalah perlunya para orang tua siswa untuk terlibat secara
langsung di dalam pendidikan anak-anaknya.
10. Model MBS di
Madagaskar
Model MBS yang
diterapkan di sini difokuskan kepada pelibatan masyarakat pada pengontrolan
pendidikan dasar. Implementasi MBS diarahkan di dalam kerangka kerja dengan
melibatkan masyarakat desa tidak hanya untuk merehabilitasi, membangun dan
memelihara sekolah-sekolah dasar, tetapi juga dilibatkan dalam pengelolaan dan
pensupervisian sekolah dasar.
11. Model MBS di
Indonesia.
Model MBS di
Indonesia disebut Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah,
dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
MBS di Indonesia
difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa.
C. PENUTUP.
Penerapan atau
implementasi MBS pada suatu negara memiliki perbedaan dan karakteristik
sendiri. Hal ini terjadi karena sejarah masing-masing negara yang berbeda
selain itu koindisi masyarakat juga ikut menentukan model MBS yang akan
diterapkan.
Walaupun
masing-masing wilayah memiliki model yang berbeda, tatapi dari perbedaan itu
tidak menimbulkan tujuan yang berbeda, tujuan mereka hanya satu yakni,
meningkatkan mutu pendidikan.
Ada hubungan saling memberi dan saling menerima antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat sekitarnya[5].
Lembaga pendidikan merealisasikan apa yang dicita-citakan oleh orangtua
terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang baik antara
orangtua dan sekolah. Salah satu solusinya adalah dengan model MBS.
MBS adalah
suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi
paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah.[6]
Daftar Pustaka
E.
Mulyasa. Manajemen Bebasis Sekolah:
Konsep, strategi dan implementasi. Bandung:
Rosdakarya. 2002
[1] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda.2005.
Made
Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia.
Jakarta: Rineka
Cipta.2004.
Nurkholis.
Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model
dan Aplikasi. Jakarta:
grasindo.2003
[1] Nurkholis. Manajemen
Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: grasindo. 2003. p.87
[2] Ibid. p 88
[3] Ibid.p. 94
[4] E. Mulyasa. Manajemen Bebasis Sekolah: Konsep, strategi dan
implementasi. Bandung:
Rosdakarya. 2002. p. 72
[5] Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.2004.p 180
[6] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda.2005. p. 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar