Rabu, 14 Agustus 2013

MODEL MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)




MODEL  MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

 
A. PENDAHULUAN

            Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia indonesia secara menyeluruh.
            Diperlukan suatu strategi untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah yang efektif dan produktif. Strategi yang sudah digunakan dibeberapa negara maju dan saat ini sudah mulai dikembangkan di indonesia adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management(SBM).
            Keadaan dalam suatu wilayah (negara) mempengaruhi bagaimana cara yang tepat untuk menetapkan suatu gaya pendekatan untuk menjadikan sekolah itu kreatif dan produktif. Hal ini menjadikan MBS memiliki beberapa model yang diterapkan di masing-masing negara/wilayah. Seperti model australia, model amerika, model inggris dan lain sebagainya.
            Dalam makalah yang singkat ini, akan coba diuraikan beberapa model MBS yang sudah diterapkan.

B.  MODEL MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat beberapa model yang dikembangkan dibeberapa negara diantaranya: Hong Kong, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Australia, Prancis, Nikaragua, Selandia Baru, El Salvador, Madagaskar, dan di Indonesia.
1. Model MBS di Hong Kong
            Kondisi yang kurang baik yang terjadi di Hong Kong mendorong diberlakukannya MBS dengan tujuan terjadinya suatu perbaikan.[1] Di Hong Kong  MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif.
            Model MBS di Hong Kong ini, menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama ini diterapkan.  Prinsip-prinsip MBS yang ditawarkan di Hong Kong adalah perlunya telaah ulang secara terus menerus terhadap pembelajaan anggran pemerintah, perlunya evaluasi secara sistematis terhadap hasil, definisi, yang lebih baik tentang tanggung jawab, hubungan erat antara tanggung jawab sumber daya dan tanggung jawab manajemen, perlu adanya organisasi dan kerangka kerja yang sesuai, hubungan yang jelas antara pembuat kebijakan dengan agen-agen pelaksana.
            Dengan adanya prinsip tersebut maka diperlukan suatu transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Taransparansi dan akuntabilitas di sini meliputi penggunaan anggaran belanja sekolah dan penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.

2. Model MBS di Kanada
            Di kanada, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi di mana pemerintah daerah/kota sebagai unit administratif dan pengambilan kebijakan.[2]
            Model  MBS di sana disebut School-site decision making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. Ciri-ciri MBS dikanada adalah sebagai berikut :
  • Penentuan alokasi sumber daya ditentukan sekolah
  • Anggaran pendidikan diberikan secara lupsum
  • Alokasi anggaran pendidikan tersebut dimasukkan ke dalam anggaran sekolah
  • Adanya program efektivitas guru
  • Adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. (sungkowo: 2002).
Penekanan model MBS di kanada ini dalam hal pengambilan keputusan, yaitu pengambilan keputusan diserahkan kepada masing-masing sekolah secra langsung. Model ini pun hanya terbatas pada beberapa hal saja, yaitu yang menyangkut pengangkatan, promosi, penghargaan dan penghentian tenaga guru dan administrasi, pengadaan peralatan sekolah, pelayanan kepada sekolah. Sebelumnya  ketiga hal tersebut ditentukan oleh pusat.
Yang menjadi ciri lain dari MBS model kanada adalah peningkatan dan pengembangan profesionalisme tenaga kerja baik meningkatkan kemampuan guru maupun tenaga administrasi.

3. Model MBS di Amerika Serikat
            Sistem pendidikan di Amerika Serikat mula-mula secara konstistusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pemerintah daerah hanya sebagai pembuatan kebijaksanaan dan administrasi. Pemerintah federal memiliki peran yang terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendanaan.
            Model MBS di Amerika Serikat disebut dengan Site- based Management. Beberapa pendapat yang mendudkung diadakannya MBS menyarankan bahwa sebagai syarat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka otoritas pengambilan keputusan harus pada tingkat sekolah.
            Mereka yakin dengan diadakannya MBS dimana penyerahan sumber daya ke tingkat sekolah akan membuat kemajuan. Hal ini karena sekolah memiliki kebebasan mencurahkan energi kreatifnya dan sekolah dapat mengembangkan diversifikasi pendekatan strategi untuk mencapai tujuannya

4. Model MBS di Inggris.
            Model MBS di Inggris disebut Grant Maintained School (GMS). Atau manajemen swakelola pada tingkat lokal. Dinamakan seperti itu karena, adanya undang-undang pendidikan tahun 1988, antara lain berisi adanya kurikulum inti nasional, adanya ujian nasional, serta pelaporan nasional. Kontrol terhadap anggaran sekolah diberikan kepada lembaga pengelola/pengawas beserta para kepala sekoalah menengah keatas dan sebagian sekolah dasar dalam waktu lima tahun. Juga memberikan pilihan pada orang tua dengan cara membantu mengembangkan diversifikasi, meninghkatkan akses, mengizinkan sekolah-sekolah negeri untuk keluar dari kontrol otoritas pendidikan lokal. Berdasarkan suara mayoritas orang  tua siswa.
            Dengan adanya undang-undang pendidikan tersebut terjadi enam perubahan struktural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS sebagaimana dikemukakan oleh sungkowo (2002).
  1. kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti ditentukan oleh pemerintah.
  2. Ujian nasional dilaksanakan atau diterapkan pada siswa kelas 7,11,14 dan 16.
  3. MBS di bentuk untuk mengembangkan otoritas pemerintah.
  4. Dibuatlah sekolah lanjutan tekhnik
  5. Kewenangan inner London Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pendidikan.
  6. Skema manjemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait.

5. Model MBS di Australia
            Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah yang meliputi.
  1. menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa
  2. melakukan pengelolaan sekolah yang dapat dipilih diantara tiga kemungkinan yaitu standard flexbility option (SO), Enchanced Flexibility Option-1(EO1), dan enchanced Flexibility-2(EO2).
  3. membuat perencanaan, melaksanakannya dan mempertanggungjawabkannya.
  4. adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS
  5. menjamin dan mengusahankan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan.
  6. adanya felksibilitas dalam sumber daya sekolah[3]
seperti yang telah disebutkan di atas untuk melakukan pengelolaan sekolah dapat dilakukan dengan tiga kemungkinan yaitu SO, EO1 dan EO2.
Pengorganisasian pengelolaan sekolah menggambarkan kadar kewenangan yang diberikan kepada sekolah.
  1. Standar Flexibility Option (SO)
Dalam bentuk ini peran dan dukungan kantor distrik lebih besar. Kepala sekolah hanya bertanggungjawab terhadap penyususnan rencana sekolah dan pelaksanaan pelajaran(implementasi kurikulum). Kantor distrik bertanggunjawab terhadap pengesahan dan monitoring serta bertindak sebagai penasehat dalam penyususnan school planing overview. Dalam pengelolaan MBS tipe SO ini, pemerintah negara bagian memberikan petunjuk pedoman dan dukungan.

  1. Enchanced Flexibility Option-1 (EO1)
Dalam bentuk ini sekolah bertanggungjawab untuk menyususn rencana strategis sekolah. Untuk tiga tahun. Peran distrik sebagai 1)memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan monitoring internal ; 2) menandatangani isi rencana sekolah.
  1.  Enchanced Flexibility Option-2 (EO2)
Keterlibatan distrik, disini sangat sedikit, hanya berperan sebagai lembaga konsultasi. [4]

6. Model MBS di Prancis.
            Di Prancis otoritas lokal memiliki tanggung jawab terhadap dukungan finansial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas diperluas ke beberapa area. Sementara itu pengangkatan guru masih dilakukan oleh pusat dengan ketat. Masing-masing sekolah menerima anggaran secara lumpsum terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah mentukan jenis staf yang dibutuhkan.

7. Model MBS di Nikaragua
            Model MBS di Nikaragua difokuskan pada pendesentralisasikan pengelolaan sekolah dan anggaran sekolah yang keputusannya diserahkan kepada dewan sekolah. Yang mencakup empat tahapan penting yaitu; desentralisasi kebijakan, perubahan organisasi sekolah, kondisi lokal dan sejarah organisasi, serta hasil yang diharapkan.



8. Model MBS di Selandia Baru
            Komite sekolah untuk sekolah dasar anggotanya terdiri dari warga setempat dan dipilih setiap dua tahun. Tetapi sebagian besar sekolah menengah atas di kontrol dan dikelola oleh dewan gubernur yang keanggotaannya kebanyakan dari orang tua siswa dan anggota mayarakat lainnya.


9. Model MBS di El Salvador
            Model MBS di El Salvador disebut dengan Community Managed Scholls Program yang kemudian dikenal dengan akronim bahasa spanyol, EDUCO ( Education participation de la comunidad) maksud dari model ini untuk mendesentralisasikan pengelolaan sekolah Negeri dengan cara meningkatkan keterlibatan orangtua di dalam tanggung jawab menjalankan sekolah. Filosofinya adalah perlunya para orang tua siswa untuk terlibat secara langsung di dalam pendidikan anak-anaknya. 

10. Model MBS di Madagaskar
            Model MBS yang diterapkan di sini difokuskan kepada pelibatan masyarakat pada pengontrolan pendidikan dasar. Implementasi MBS diarahkan di dalam kerangka kerja dengan melibatkan masyarakat desa tidak hanya untuk merehabilitasi, membangun dan memelihara sekolah-sekolah dasar, tetapi juga dilibatkan dalam pengelolaan dan pensupervisian sekolah dasar.

11. Model MBS di Indonesia.
            Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            MBS di Indonesia difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa.
C. PENUTUP.
            Penerapan atau implementasi MBS pada suatu negara memiliki perbedaan dan karakteristik sendiri. Hal ini terjadi karena sejarah masing-masing negara yang berbeda selain itu koindisi masyarakat juga ikut menentukan model MBS yang akan diterapkan.
      Walaupun masing-masing wilayah memiliki model yang berbeda, tatapi dari perbedaan itu tidak menimbulkan tujuan yang berbeda, tujuan mereka hanya satu yakni, meningkatkan mutu pendidikan.
Ada hubungan saling memberi dan saling menerima antara lembaga pendidikan dengan masyarakat sekitarnya[5]. Lembaga pendidikan merealisasikan apa yang dicita-citakan oleh orangtua terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang baik antara orangtua dan sekolah. Salah satu solusinya adalah dengan model MBS.
      MBS adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah.[6]

Daftar Pustaka
E. Mulyasa. Manajemen Bebasis Sekolah: Konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Rosdakarya. 2002
[1] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda.2005.
Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.2004.
Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: grasindo.2003


[1] Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: grasindo. 2003. p.87
[2] Ibid. p 88
[3] Ibid.p. 94
[4] E. Mulyasa. Manajemen Bebasis Sekolah: Konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Rosdakarya. 2002. p. 72
[5] Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.2004.p 180
[6] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda.2005. p. 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar