MENGGAPAI KEBERKAHAN HIDUP
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا
بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي
النَّارِ.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Hadirin Jamaah Sholat Jumat
yang dimuliakan Allah
Dari mimbar khutbah jumat ini
khatib mengajak kepada diri khatib dan jamaah sekalian untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus dilakukan
dengan peningkatan amal sholeh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi
Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya. Allah berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling bertakwa di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”.
Hadirin Jama'ah Jum'at yang dimuliakan Allah
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh
dari dosa-dosa dan maksiat. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa
dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan
penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak
bisa diharapkan darinya kebaikan.
Keberkahan suatu masyarakat itu mempunyai syarat
khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran sehingga dengan mewujudkannya akan
terwujudlah masyarakat yang mendapatkan keberkahan, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ .
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96)
Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini sebagaimana
yang ditulisnya dalam tafsir zhilal, beliau mengatakan: “Berkah-berkah yang
dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa secara tegas dan
meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak diperinci dan
tidak ditentukan batas-batanya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash
Al-Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber
dari semua lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia
adalah berkah dengan segala macam warnanya, dengan segala gambaran dan
bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada orang beriman dan bertakwa ialah
bahwa keberberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu yang jumlahnya sedikit,
tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan, keamanan,
kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi
hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis,
bahkan menunggu kehancuran.”
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Ketika kehidupan berjalan secara sinergis antara
unsur-unsur pendorong dan pengekangnya, dengan bekerja di bumi sambil memandang
ke langit, terbebas dari hawa nafsu, menghambakan diri dan tunduk kepada Allah.
Berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredoin oleh Allah, maka sudah tentu
kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi dengan kebaikan
dan dinaungi dengan kebahagian.
Berkah yang diperoleh bersama iman dan takwa adalah
berkah yang meliputi segala sesuatu. Berkah yang terdapat di dalam jiwa, dalam
perasaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Juga berkah yang mengembangkan
kehidupan dan meninggikan mutunya dalam setiap waktu. Jadi bukan semata-mata
melimpahnya kekayaan namun dibarengi dengan penderitaan, kesengsaraan,
kerusakan bahkan kegersangan jiwa.
Tuntutan keberkahan yang dapat diambil dari tuntunan
ayat di atas adalah: merealisasikan keimanan dalam keseharian, meningkatkan ketaqwaan
dalam setiap amalan. Maka
sebaliknya, hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena
mendustakan ajaran dan ayat-ayat Allah, kemudian terperosoknya seseorang bahkan
masyarakat ke dalam kubangan kemaksiatan.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu bukunya
“Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala ‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan beberapa
bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat yang akan
membawa pada hilangnya keberkahan. Di antaranya pengaruh buruk dosa dan kemaksiatan
itu adalah:
Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan
Allah dalam hati.
Seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi
bersungguh-sungguh mengagungkan Allah. Kaki akan terasa malas dan berat berat
untuk melangkah ke masjid dan menghadiri pengajian. Badan terasa sulit untuk
bangun pada waktu fajar melaksanakan shalat subuh. Telinga tidak suka lagi
mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu
bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive
terhadap suatu dosa, tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah
disebut. Allah berfirman:
ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا
لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ
خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ .
"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras
seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh
ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang
terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh: 74)
Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa
malu.
Seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak
merasa berdosa lagi. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun.
Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan. Rosulullah saw bersabda: “Rasa
malu itu semuanya baik”. Maksud dari hadist ini adalah: bahwa semakin kuat rasa
malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan
demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula
dan penuh nuansa kemanusiaan.
Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta
menggantikannya dengan bencana.
Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya
umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut
ayat 40 Allah SWT berfirman:
فَكُلًّا
أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ
مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ
مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا
أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ .
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa
disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya
hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di
antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri."
(QS. An-Ankabut: 40)
Dalam ayat yang
lain Allah berfirman:
أَلَمْ يَرَوْا
كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا
لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا
وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ
بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ .
"Apakah
mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu,
dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai
mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka
sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain."
(QS. An-an’am: 6)
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan
Allah
Keberkahan yang kita inginkan dari kehidupan
bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan terwujud hanya dengan teori-teori
dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk saling mengingatkan dan keinginan untuk
mau mendengarkan dan menerima kebenaran, serta adanya kepedulian untuk saling
menghargai, saling mencintai, saling membantu dan memenuhi hak dan kewajiban.
Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak
kuah masakan untuk dibagikan kepada tetangga-tetangganya.
Memperbanyak kuah sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah
adalah, kepedulian kepada tetangga dan masyarakat dalam arti luas. Apabila
seorang memiliki kelebihan rezeki janganlah ia melupakan tetangga kiri dan
kanan, mungkin di antara mereka ada yang tidak memiliki makanan untuk hari itu,
atau mungkin anaknya sedang sakit namun ia malu meminjam uang untuk berobat.
Bisa pula kepedulian ini dalam bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya
pendidikan. Siapakah yang paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain
tetangganya?
Pentingnya kepedulian ini sehingga di akhirat nanti
Allah akan mempertanyakannya kepada kita masing-masing tentang kepedulian kita kepada
sesama, Imam Muslim dalam kitab shohihnya meriwayat hadist Qudsi:
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى.
قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا
عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ
لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ
تُطْعِمْنِى. قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ.
قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ
أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى يَا ابْنَ
آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ
وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ
أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى »
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit
kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin
aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman:
“Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak
menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di
sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak
memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu
makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau
mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan,
sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai
anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia
berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah
Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau
tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di
sisinya.” (HR. Muslim)
Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan Allah
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah yang
singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di alam
dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jalan satu-satunya
untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama dalam
keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh mentaati
Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga,
anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak
boleh dilalaikan apapun kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran, menerapkan
pengetahuan tentang islam yang sudah diketahui, mengendalikan nafsu dari
dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka Allah serta tidak melupakan untuk
saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan tetangga.
Semoga Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita
bangsa yang mendapatkan keberkahan, mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah
yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan.
Amiin ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ
لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar